Laksono Aryul Wibowo

LAKSONO ARYUL WIBOWO 1525010124 AGROTEKNOLOGI B-25

Kamis, 28 Juni 2018

Pemilu 2018 lagi hangat-hangatnya nih. Baru aja kemarin gue nyoblos dengan harapan semoga yang gue pilih tuh bener-bener dapat menjalankan amanah dengan baik. Secara gitu loh, menjalankan amanah sebagai pemimpin itu kagak gampang bro. Kelak di hari akhir akan di pertangung jawabkan tuh dihadapan Allah SWT. Ngomong-ngomong tentang pemimpin nih, gue pernah dapat cerita pada waktu kecil gue. Loe simak baik-baik bro, ini susah-susah nulis biar dibaca sembari mengingat masa lalu hehe.
Alkisah jauh sebelum bumi dihuni manusia, Tuhan mengumpulkan penghuni semesta. Mengumumkan maklumat sayembara. Gunung, lautan, bumi, langit, bintang bintang raksasa semua datang menyimak seksama. Bersediakah menerima beban amanah mengelola dunia? Sanggup, akan dibekali status mulia. Tak sanggup tak mengapa, paling jadi makhluk biasa saja. Sukses mengemban amanah, berpiala surga. Bila mblarah kelola amanah, bermahkota siksa.
Kumpulan makhluk super besar itu untuk beberapa saat diam. Sejurus kemudian kompak mereka menyatakan keberatan. Bukan karena tidak taat pada Tuhan. Lebih dilandasi kemampuan mengukur diri, khawatir tak mampu memikul amanah besar sebagai kholifah di bumi. Memimpin itu berat. Apalagi ada resiko murka Tuhan bila gagal. Forumpun hening. Tiba tiba satu peserta mengangkat tangan menyatakan sanggup. Di antara makhluk makhluk raksasa, dia yang paling lemah daya. Spesies kecil itu bernama manusia.
Semua yang hadir kaget. Dasar manusia, nekat tanpa mengukur diri. Tuhan sendiripun sampai berfirman, "..Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh". 33:72. Entah apa pertimbangan yang ada di benak manusia waktu itu. Gunung, lautan, bumi, langit, bintang bintang raksasa semua saja merasa tak mampu. Tuhan konsisten dan bergeming. Amanahpun diberikan kepada yang sanggup. Status mulia diberikan. Selanjutnya, kita bisa saksikan guratan di dinding sejarah. Bagaimana hasil manusia memimpin. Bumi makin rusak atau lestari?
Memimpin itu bukan tentang adu kuat. Gunung kuat tapi ga sanggup. Selain kuat, pemimpin juga harus memiliki sifat taat. Tunduk pada aturan dan konsensus yang disepakati bersama. Menempatkan hukum di atas semua kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya. Pemimpin yang mengandalkan kekuatan cenderung menjadi diktator minoritas. Berupaya melanggengkan kekuasaan dengan kekuatannya. Gemar melabrak aturan. Kerap melakukan abuse of power.
Memimpin itu tidak melulu tentang suara mayoritas. 71% permukaan bumi diisi air. Lautan itu mayoritas di planet ini. Toh mereka merasa tak sanggup. Karena selain mayoritas, pemimpin dituntut untuk bisa mengayomi semua kepentingan. Konsisten menjadi pelayan, pelindung dan pembela semua kebutuhan. Pemimpin yang membanggakan suara mayoritas, biasanya hobi memaksakan kehendak. Mengeksploitasi jumlah sebagai alat penekan. Tirani mayoritas.
Memimpin itu tak sekedar citra sederhana. Apalagi keramahan senyum pura pura. Tanah dan bumi itu sederhana dan merendah. Diinjak semua makhluk sepanjang masa. Begitupun dia sadar tak mampu mengelola dunia. Selain sederhana, pemimpin kudu berani hidup bersama rakyatnya. Dalam suka maupun duka. Mampu merasakan denyut nadi emosi masyarakat. Jerit rakyat tangisannya, senyum umat kebahagiaannya. Berani tak punya apa apa, asal rakyatnya sejahtera.
Memimpin itu bukan hanya cerita keindahan jargon dan janji. Langit itu indah dan luas memayungi. Pun menggeleng saat diamanahi mengurus bumi. Selain luas wawasan, pemimpin juga perlu memiliki kemampuan detil. Orang Jawa bilang, kudu weruh lugore godhong sak lembar. Dituntut menguasai seluruh persoalan bangsanya. Sekecil apapun, yang menimpa siapapun, di level sosial manapun. Kaya akan ide ide brilian sebagai solusi, sekaligus mengimplementasikan strategi.
Tentu, pemimpin bukanlah manusia super. Mustahil ada sosok yang bisa segalanya, tahu semuanya, mampu apa saja. Yang pasti dia harus fathonah atau cerdas. Kecekatannya dalam menangani persoalan didukung oleh kecerdasannya. Tidak plonga plongo. Sebab memimpin butuh keahlian kompleks. Perlu ketrampilan mumpuni. Dia adalah yang terbaik di antara sekian juta orang yg dipimpin. Bukan sempurna tanpa cela, tapi yang terbaik dari yang ada.
Telinganya terbiasa mendengar suara yang berbeda. Dia bukan pribadi yang anti perbedaan. Yang berbeda dengannya dicap makar padanya, ingin merebut kekuasaannya. Lalu dipersekusi ditindas dan diintimidasi. Pemimpin di desa, kota atau negara adalah sosok yang piawai menggubah sedemikian banyak nada suara majemuk rakyatnya menjadi aransemen lagu kebangsaan yang indah harmoni. Ketrampilan mendengarnya sempurna. Sabar mengingatkan, sadar diingatkan.
Bisa jadi dia seorang yang tampak biasa saja. Rendah hati dan sadar kekurangannya. Namun dia dirijen yang multi talenta. Bisa memilah dan memilih orang orang terbaik dari bangsanya sendiri untuk membantunya mengelola desa, kota atau negara. Right man on the right place. Manager hebat yang lihai membagi habis tugas secara efektif dan efisien. Di saat yang sama, dia memahami, mengawasi, mengarahkan, membantu dan memegang kendali atas semua proses.
Pantang bagi seorang pemimpin melempar tanggungjawab. Berani mengambil amanah ummah, mesti siap segala resiko dan konsekwensinya. Gentlemen. Sepahit apapun. Seberat apapun. Meletakkan jabatan sekalipun. Terdepan mengaku sebagai pihak yang siap salah saat ada kegagalan. Paling belakang saat ada perayaan keberhasilan. Bukan sebaliknya. Sepi ing pamrih rame ing gawe. Bekerja tanpa teriak teriak. Penuh karya, tak butuh dipuja. Fokus pada hasil, abai pada yang usil.
Tanggap ing sasmito. Memiliki kepekaan batin yang kuat. Wujud hubungan dengan Tuhan yang lekat. Kontemplasi hening malam dipergunakannya untuk konsultasi pada Yang Maha Kuasa tentang persoalan bangsanya. Meminta petunjuk, arahan, guidance. Itu melahirkan sikap bijaksana dalam memimpin. Wise man. Kebijaksanaannya mewarnai kebijakannya. God wisdom on good policy. Kepemimpinan yang dibimbing Tuhan.
Punya sensitifitas yang tinggi atas persoalan rakyatnya. Rajin giat belusukan in cognito. Tanpa sorotan media, selfie atau pamer foto. Tak puas dengan survey pesanan, memahami dengan mendatangi. Umar bin Khattab hampir tiap malam keliling negeri mengintip tiap pintu hati. Pundaknya kerap menggotong sendiri karung gandum diantar ke rumah rakyatnya. Lalu duduk mendengar desah kesah orang susah. Tak jarang meminta rakyatnya memberi kritik dan tausiah.
Pemberani. Laa yakhoofuna illallah. Tidak takut pada siapapun kecuali pada Tuhannya. Tidak pada manusia. Setan sekalipun. Apalagi hanya partai pendukung atau cukong penelikung. "Pelayan" yang berani mengelola negeri dengan adil sesuai aturan Tuhan demi kepentingan "sang tuan" (baca: rakyatnya). Meski untuk itu dia beresiko kehilangan kekuasaannya. Sangat teguh memegang prinsip keadilan dan kebenaran. Dia hanya takut rakyatnya menderita. Itu berarti murka Tuhan.
Dia sudah selesai dengan dunia. Tak lagi memiliki ambisi materi dan kemewahan. Pengabdiannya pada negara dan bangsa dilandasi pengabdiannya pada Tuhannya. Iming iming kemewahan dan harta dunia takkan membuatnya berpaling. Kalah oleh janji kebahagiaan abadi dan ridlo Tuhan di kehidupan abadinya nanti. Ini melahirkan ketulusan tak tertandingi dalam melayani negeri. Adakah pemimpin seperti itu? Harus ada! Hanya dengan itu negeri ini akan adil, damai, makmur sejahtera.
Berat? Ya iya. Itulah kenapa gunung, langit, bumi dan lautan sadar diri, "memimpin itu berat, kami tak sanggup". Mungkin sebab itu para rasul, para nabi, orang sholeh, para mujaddid, pemimpin haq nan adil tegar berkata, "memimpin itu berat, biar aku saja".

Rabu, 06 Juni 2018


Burung camar melayang mengintai mangsa ditengah gemuruhnya ombak laut yang riang mencium pantai. Begitu indah kampung halaman yang menyimpan berbagai kenangan manis dan pahit hingga menjadi satu dalam raga ini. Ngomong-ngomong tentang kenangan pahit nih.. eh sebetulnya bukan kenangan hehe.. ngene lo rek, konco-konco wes podho nikah tapi aku durung wkwk. Pulang ke kampung halaman jadi beda rasanya haha.. Namun ada satu hal yang menarik perhatian kedua mataku.
Mungkin sudah sekian puluh tahun yang lalu, tapi rasanya baru kemarin aku melihat wanita itu menggendong dan merawat anaknya yang seusiaku. Mungkin saya yang jarang ketemu, jadi agak heran ketika ibu itu kembali menggendong bayi. Di tengah keramahan obrolan khas wong ndeso seperti kami, baru kemudian aku tahu yang digendong itu cucunya. Ya, waktu berjalan cepat. Anak yang sekian puluh tahun lalu digendong itu kini sudah jadi ibu muda. Dia sedang bekerja di pabrik rokok. Jenis profesi yang beberapa tahun ini menjadi magnet ibu ibu muda meninggalkan tangungjawab domestiknya untuk berebut rupiah tambahan.
Fenomena yang kurang lebih sama juga jamak kita saksikan di keluarga para TKW. Banyak dari mereka yang demi dollar, ringgit dan riyal, rela meninggalkan negeri untuk mengais kesempatan meningkatakan taraf ekonominya. Pandangan nelangsa anak kecilnya yang membutuhkan kasih sayang dan kehadiran seorang ibu, masih kalah oleh kibasan lembar petro dollar. Ada pemikiran keliru yang dibiasakan; toh, masih ada neneknya yang bisa dititipi merawat anak. Ada justifikasi yang dipaksakan; toh ini demi kesejahteraan anak anak juga. Mereka lupa bahwa anak tidak hanya perlu materi tapi juga butuh kehadiran dan kasih sayang. Para ibu muda itu lupa bahwa ibunya (neneknya) tak seharusnya menanggung beban di usia tua setelah dulu berpuluh tahun tanpa henti merawat mereka.
Selentingan aku dengar ibu muda pekerja pabrik yang menugasi ibunya merawat bayinya itu memberi imbalan beberapa ratus ribu sebulan. Beberapa TKW juga mengirimkan kebutuhan anaknya lewat ibunya. Entah bagaimana jalan pemikiran yang mereka tempuh. Merasa berhak memberi beban tugas ibunya hanya dengan imbalan beberapa lembar rupiah. Padahal tanpa beban tambahanpun, beberapa ratus ribu rupiah itu tidak akan pernah bisa membalas apa yang telah seorang ibu berikan padanya sejak mengandung sampai membesarkan dan menginjak usia dewasa. Lebih miris saat aku sering lihat si ibu muda kini kerap membentak ibunya. Padahal berkata "ah" saja dilarang Tuhan. Mungkin kemandirian finansial membuat dia merasa berhak memposisikan diri sebagai atasan dan ibunya bawahan.
Kita memang sering lupa bahwa tiap diri manusia saat menginjak usia dewasa dan berumah tangga, dia akan segera punya dua tanggungjawab; merawat anaknya dan merawat orantuanya. Ya, bukan hanya anakmu yang membutuhkan perhatianmu tapi juga orangtuamu. Terlebih jika mereka sudah memasuki masa senja. Menurunnya kemampuan fisik atau mungkin finansial orangtua kita, memanggil tanggungjawab kita sebagai anak secara otomatis untuk dengan ikhlas sukarela semangat riang gembira merawat mereka, diminta atau tidak. Demikianlah Tuhan memberi arahan bagaimana cara terbaik kita membalas air susu ibu dan tetesan keringat ayah saat dulu membesarkan kita sejak tak punya apa apa dan tidak bisa apa apa, sampai kita mampu menaklukkan dunia lalu memiliki segalanya.
Wahai suami, lihatlah repot ribet namun ikhlasnya istrimu saat mengandung janin anakmu sembilan bulan lalu bertaruh nyawa melahirkan dilanjut menyusui anakmu. Memandikan, menceboki dan mengganti popoknya di tengah malam. Seperti itu pula dulu ibumu memperlakukanmu. Kini, pernahkah kamu menggendong ibumu? Pernahkah di tengah kesibukanmu lalu datang berkunjung sekedar memijit kaki dan punggung ayahmu? Seperti itulah ayahmu yang kerap menunda keinginannya demi membelikan sesuatu keinginanmu. Wahai istri atau ibu muda, rabalah hatimu bagaimana perasaanmu pada anak-anakmu. Pernahkah kamu merasa bosan melayani rewelnya anakmu. Pernahkah kamu menghitung berapa air susu yang kau alirkan ke mulut anakmu? Maka begitulah dulu ibumu kepadamu. Tak pernah menghitung berapa liter darah yang tertumpah saat mengejang melahirkanmu.
Dulur, sejak bayi kita dirawat, diguyur kasih sayang, dididik dan dibesarkan. Diantarkan sampai gerbang mandiri dan kedewasaan. Demi semua itu ayah banting tulang siang malam. Demi itu ibu menyabung nyawa mengabaikan rasa lelah dan menuangkan segala doa dan asa. Sudah selayaknya saat mereka tua, kita suguhkan kesempatan untuk istirahat. Menikmati masa senja dengan berita gembira. Bahwa kita sudah bahagia. Di mana nurani kita tega membebani mereka dengan tugas tugas yang seharusnya itu merupakan kewajiban utama kita, di saat seharusnya kitalah yang membalas melayani mereka. Pastikan orangtua tenang di sisa umurnya dengan kita yang senantiasa menampilkan wajah tegar, suasana segar dan senyum lebar penuh asa berbinar.
Bahkan seandainyapun kita belum sukses materi dunia, "berpura puralah" bahwa kita sudah bahagia. Seberat apapun masalah kita, tahanlah untuk tidak berkeluh kesah di hadapan mereka. Jikapun harus bercerita, sampaikan dengan biasa dan menyiratkan sampean sudah punya solusinya. Karena tahukah kita bahwa dulu ibu kita sering berpura pura bilang sudah makan agar kita lahap dan menghabiskan makanan ? Tahukah sampean ayah kita dulu kerap mengesampingkan rasa penatnya bersedia menemani kita bermain meski baru pulang lelah bekerja ? Selayaknyalah kini giliran kita yang menyuguhkan mereka layanan kedamaian. Upayakan agar mereka bahagia melihat kita. Tidak banyak yang mereka minta. Bukan materi atau sanjungan berlebihan. Cukup dengan kita menyajikan kehadiran, kesopanan dan keikhlasan layanan.
Tidak mungkin kita bisa melarang orangtua memikirkan keadaan kita saat mereka tahu kita belum sukses atau bahagia. Jangan biarkan mereka menderita di masa tua hanya karena memikirkan keluarga dan situasi ekonomi kita. Apalagi saat mereka sadar tidak bisa berbuat banyak untuk kita. Buat orangtua, itu siksaan batin. Kurang ajar dan durhakanya sebagian manusia, yang alih alih membahagiakan, malah ngrecoki orangtua dengan meminta warisan saat orangtua masih hidup. Sebagian lagi tega membiarkan orangtua hidup sendiri sebatang kara, sementara dia hidup bersama keluarganya. Sadarkah kamu darah dagingmu dari air susu dan keringat mereka. Jiwa ragamu dari kasih sayang dan penjagaan mereka ?
Bisa jadi saat kita meminta orangtua merawat anak kita, mereka bersedia. Mereka ikhlas. Tapi ketahuilah itu semua mereka lakukan dengan alasan yang masih sama. Memastikan kita bahagia, meski untuk itu harus mengorbankan kebahagiaan mereka. Memastikan kita tidak kerepotan, meski untuk itu mereka rela direpotkan. Itulah orangtua. Tapi apakah karena mereka rela, lalu kita bisa seenaknya merenggut masa masa istirahat senja mereka ? Tidak! Bahkan jika merawat anak kita yang notabene cucu mereka itu adalah permintaan dan kebahagiaan mereka, tetap saja bukan pada tempatnya. Karena mereka bukan babu (pembantu). Alih alih membiarkan orang tua kerepotan dengan anak kita, justru kitalah yang memiliki kewajiban merawat mereka. Muliakan orangtuamu, mulia hidupmu. Sepakat ?
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." Qs. 17:23.

Secuil celoteh emak
GG Sumber Pendidikan Mental Agama Allah

Selasa, 05 Juni 2018


Di sebuah kerajaan berdiri megah istana raja. Ada singgasana tempat raja duduk memerintah dan memelihara seluruh negeri. Tamu keluar masuk dengan berbagai keperluan. Penuh tata krama ketat protokoler awig awig kerajaan. Memelankan suara, bersimpuh ketika menyampaikan asa, diam ketika raja bersabda.
Tiba tiba ada serombongan orang datang. Masuk tanpa tata krama dan mengabaikan aturan. Jalan ke sana kemari tanpa permisi. Suara keras seperti perompak jalanan. Mata jelalatan nanar mencari jarahan. Seolah raja hanya hiasan tak bernyawa. Lebih parah, hiasan dan perabotan istana milik raja, diambili satu persatu oleh gerombolan ini. Diperebutkan sampai berantem antar mereka.
Satu kata untuk mereka : Kurang ajar !
Tapi sebentar.. siapa gerombolan itu ? Ga usah nengok kanan kiri. Capek lihat semua orang saling tunjuk kesalahan diri lain, alpa kekurangan diri sendiri. Karena sebenarnya gerombolan itu adalah kita! Ya, kita.
Coba tanya semua agama di dunia. Siapa pemilik semua yang ada di langit dan di bumi ini ? Pasti dijawab milik Tuhan. Islam malah mengajarkan bahwa bumi langit seisinya ini adalah kerajaan Allah. Di dalamnya ada "singgasana" Nya. Segenap makhluk, tumbuhan, hewan, udara bahkan bintang gemintangpun bersimpuh, sopan bersujud dan tawadlu kepada SANG MAHA RAJA, Tuhan Semesta Alam. Semua mengikuti aturan Tuhan. Tata krama dan agama-Nya.
Tiba tiba datang segerombolan tamu. Adam dan anak keturunannya. Petentang petenteng mengabaikan tata krama Kerajaan Semesta. Segala aturan Tuhan dilabraknya. Sang Raja Semesta, Tuhan, dikerangkeng di masjid, gereja, pura, wihara dan tempat peribadatan lainnya. Manusia berbuat semau nafsunya di muka bumi. Berfoya foya, berperang, bertengkar, berjudi, berzina, bersenda gurau dan lain sebagainya di depan Sang Raja. Jikapun beribadah hanya menjalani ritual warisan budaya saja.
Tak puas dengan polah kepradah, manusia merampas semua isi kerajaan Tuhan ini. Hewan ternak, hutan, air, tanah, lautan bahkan udarapun direbut dan rakus dikuasai tamu yang bernama manusia ini. 1 orang punya 5 juta hektar tanah. Wow. Semua diklaim sebagai miliknya. Lupa asal kejadiannya. Lupa siapa Pemilik Sesungguhnya. Lagian mau dibawa ke mana sih kamu karungin semua harta itu.. ingat mati mas bro..
Tapi kita kan kholifah? Ya. Kita memang datang ke bumi diundang Allah. Diundang untuk menjadi kholifah. Tapi tahukah sampean apa arti kholifah itu. Perwakilan untuk merawat dan menjaga. Kita ini diundang ke bumi diperintah untuk menjadi hambaNya merawat dan menjaga bumi ini. Kita ini diperintah untuk menjadi buruh. Hamba Nya sang Raja Semesta, Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Lha wong buruh kok tetiba menganggap harta yang dijaga itu miliknya. Bahkan ketika sang majikan memerintah mengambilkan sebagian harta untuk kepentingan majikan, si buruh ini menolak. Kalaupun memberi ya sekedar sesuai ukuran nafsunya saja. Loh..loh.. iki piye..
Tanah, emas, perak, air dan semua yang di kerajaan langit dan di bumi ini milik Allah. Kita hanya penjaga. Buruh merawatnya. Lha kok kita klaim milik kita. Lalu saat Allah memerintah kita mengambilkan harta untuk kepentingan orang miskin, agama dan bangsa - yang mana itu adalah perwakilan kepentingan Allah - kok kita ogah mengabulkannya. Kalaupun kita beri ya sekedar receh pengisi kotak amal. Apa apaan ini. Memangnya kita siapa ? Emang ente siape ? Kita ini sebagai buruh sudah digaji dengan badan sehat, udara gratis, makanan halal, kok ngelamak minta lebih banyak..
Eh..ngaca tong.. ente itu jongos kok berlagak bos.
Tiru tuh Abraham. Nabi Ibrahim. Sadar betul bahwa beliau hanya hamba. Saat anak yang paling disayangi, Ismail, diperintah untuk disembelih, dilaksanakan begitu saja. Wong sadar itu bukan miliknya, itu milik Sang Pemberi Perintah. Contoh tuh sahabat Nabi, Abu Tholhah. Insaf benar bahwa kebun paling indahnya di tengah kota Madinah itu, yang paling strategis sekota, yang paling mahal harganya itu hanyalah titipan Allah, maka saat agama membutuhkan, dia serahkan dengan ikhlas.
Nah.. bijimane dengan kite.. saya dan sampean ?
Kalaupun belum bisa seperti Ibrahim atau Abu Tholhah dan sahabat hebat lainnya, setidaknya sopan dikitlah di depan singgasana Nya Allah ini. Jagalah sikap di hadapanNya. Kalau masih jungkir balik pas sakit gigi berarti masih kalah sama makhluk sekecil bakteri gigi, maka ga usahlah sok nantang-nantang Tuhan.
Kalaupun belum bisa sopan sama Tuhan karena ga kelihatan, ya setidaknya rendahkan sayapmu pada makhluk yang kelihatan mata inilah, manusia dan alam lingkungan. Kurangi arogansimu. Rem sifat rakusmu dan kendalikan ambisimu itu. Kita ini sama sama berasal dari air mani. Dan sebentar lagi juga sama sama mau mati. Mbok ya sadar diri, hindari tinggi hati. Jangan merasa paling hebat dan benar sendiri, apalagi sampai mencaci. Kita ini sama sama jongos. Ga usah berlagak bos. Gimana? Sepakat mas bos, eh mas bro? Kalau gitu kita toss.. toss!!!

GG Sumber Pendidikan Mental Agama Allah

Senin, 04 Juni 2018


Berkunjung ke sebuah desa yang lumayan pelosok untuk sebuah acara. Selepas acara numpang duduk diberanda rumah seorang warga. Ada seorang kakek sedang duduk santai di bangku panjang. Saya coba menyapa ramah,
"Dospundi kabare mbah.. sehat?"
"Yo sehat..", jawabnya datar. "Mau ke mana kamu..?", dia balik tanya melihat saya melepas kaus kaki.
"Mau sholat mbah.. Ayo bareng jamaah..", jawab saya, tapi dia diam. "Mari mbah..", ajak saya halus.
"Untuk apa sholat.. ngga perlu.. ngga penting..", sergahnya sambil melengos.
"Biar sehat..mbah", goda saya.
"Jare sopo..(kata siapa).. Aku ra tau sembahyang wae sehat kok..(aku ga pernah sholat juga sehat kok)..". Jleb. Pikir saya, bener juga dia. Ga menyerah, saya pancing dengan tema agak dalam.
"Nanti dimarahi malaikat di kubur lho mbah..".
"Wani malaikat karo aku, ta dugang de'e (berani malaikat dengan saya, ta tendang dia)!", jawabnya sengit sambil menghentakkan kakinya. Wow.. saya ketawa dalam hati. Pikir saya, luar biasa orang ini.
Atau jangan jangan sikap mbah itu sebenarnya biasa saja. Fenomena kekinian yang menghinggapi mayoritas manusia. Jamaknya kita yang juga tidak takut pada Tuhan. Tokoh agama pamer materi. Kriminal makin keji. Politisi ingkar janji. Pejabat gemar mengintimidasi. Korupsi jadi tradisi. Masyarakat saling caci dan benci. Jadi ingat dawuh Abi Muchtar, sekarang ini nyaris tidak ada orang yang bernegara, beragama, bertuhan. Manusia memilih bertuhankan nafsu. Kata seorang pengamat di tivi, "Negeri ini ga akan pernah maju, karena tidak ada yang ditakuti, bahkan pada Tuhanpun tidak takut..".
Coba perhatikan di kota atau desa sampean masing masing. Dari jumlah penduduk yang muslim, banyak mana yang sholat jamaah di masjid dengan yang tidak. Hampir pasti banyak yang tidak. Padahal Tuhan mewajibkan itu. Kalau taat sama Tuhan, nanti tidak ada masjid yang cukup memuat jumlah jamaah di tiap kota dan desa. Untuk muslimah banyak mana yang bertutup aurat sama yang tidak ?
Di antara kita mungkin menjawab, saya rajin ke masjid kok..!
Oke. Tapi coba tanya hati sampean. Tulus, jujur. Saat berangkat ke masjid, pikiran dan hati sampean benar benar didorong rindu dan berencana untuk melaporkan sesuatu pada Tuhan atau hanya ditiup oleh warisan budaya. Sekedar merasa ga enak kalau ga jumatan. Ga enak dilihat dilihat kawan. Atau malah ingin dilihat dan dipuji handai taulan.
Inilah pentingnya melandasi hubungan kita pada Tuhan dengan cinta. Sesuatu yang indah. Sesuatu yang kita butuhkan. Melahirkan rasa rindu dan niat kuat ingin bertemu. Merasa nyaman berdekatan dan merasa akan terpenuhi apa yang diinginkan. Betah berlama lama ngobrol dengan Nya. Saking betahnya kaki Nabi sampai bengkak saat sholat akibat lamanya berdiri dan sujud.
Bandingkan dengan kita. Saking ngga betahnya duduk di hadapan Nya sampai ada istilah sholat "lamcing", lepas salam langsung plencing. Tahiyat, salam, langsung beranjak pergi. Sudah ditunggu kerjaan. Keburu telat janjian bisnis. Urusan dengan Tuhan di masjid sebatas menengok sekilas, "Eh Tuhan, sampean masih ada di situ toh ? Masih ya.. ya sudah.. sampean di situ saja ya.. saya sibuk".
Sama, sampean yang Nasrani seberapa rajin ke gereja dan kebaktian. Sampean yang pengikut Sidharta Gautama setahan apa meditasi semedi. Dulurku Hindu seikhlas apa mengikuti dharma wacana serta upacara di pura pura. Seberapa besar medan magnet rumah rumah Tuhan itu menarik hati kita untuk bertemu dengan sang Kekasih. Di mana posisi Tuhan dalam piala hati kita: kekasih, aksesori, tidak nyata atau bahkan hantu yang menakutkan?
Takut lalu lari menjauh. Panas acapkali mendengar firman Tuhan, sesak dada menerima ajakan ibadah. DIA seperti hantu dengan berbagai ancaman siksa yang mengerikan. Atau malah tidak takut sebab belum yakin Tuhan benar benar ada. Jikapun ada, tidak berpengaruh apa apa pada dirinya. Sampean yang merasa begini, Tuhan hanyalah aksesori hidup. Sebagian lagi menjadikan Tuhan pembantu, babu. Dipanggil pas lagi butuh saja. Didatangi pas sedang punya masalah. Sampean yang mana ? Kita yang mana ? Hayo jujur ngaku..
Tak kenal maka tak sayang. Kita ini nggak sayang Allah bisa jadi karena nggak mengenalNya. Wis ngaku saja. Selama ini kita kenal Tuhan kita hanya karena membaca buku, diberitahu orangtua, diajarin rohaniwan, guru, kyai. Mengetahui lewat cara itu sah sah saja. Hanya, saya ajak sampean naik level. Agar makin yakin keberadaanNya sampai tumbuh cinta, kita perlu mengenalNya (Allah) secara mendekat dan mendasar. Rasakan DIA selalu hadir. Seperti ikan dalam air. Kita ikan, Tuhan air. Sekedar perumpamaan memudahkan pemahaman, bukan menyerupakan Tuhan dengan air. Kita diliputi, digenangi Kebesaran Keagungan Kekuasaan Allah.
Merasa nyaman dalam pengawasan Nya. Ga akan berani pura pura sakit menyiasati hukum keadilan. Taat menjauhi larangan Nya bukan karena takut ancaman siksa. Namun khawatir mengecewakan Yang dicinta. Takut kehilangan senyum dan ridlo Nya. Patuh pada perintah bukan karena iming iming surga saja. Lebih disebabkan nikmat memberikan yang terbaik pada Yang dirindukannya.
Jadi, Tuhan bagi kita hantu yang menakutkan atau Kekasih nyata yang dirindukan ? Gini cara ngukurnya. Orang yang lagi fall in love itu pasti selalu menunggu waktu ketemu. "Dia kok belum telp ya..". Sebaliknya orang yang benci itu keki kalau dijapri, malas mendatangi. "Ah kok dia sudah manggil sih..". Nah, adzan itu panggilan Tuhan. Saat berkumandang, sampean sibuk dengan aktifitas. Tuhan hantu atau Tuhan kekasih, cinta atau benci, bisa dilihat dari suara hati kita saat mendengar adzan.
Jika sebelum mendengar adzan hati sampean bersuara, "Ah kok belum adzan sih..", layak dinilai sampean memang sangat merindukan bertemu denganNya. Cinta kekasihnya, Tuhan Allah. Sebaliknya begitu mendengar adzan, spontan pikiran muncul, "Ah..kok sudah adzan sih..", patut diduga kita memang enggan bertemu denganNya. Ngga membutuhkan pertemuan itu, nggak ada yang penting untuk dibicarakan. Tuhan hanyalah hantu yang menimbulkan kegelisan ketidaknyamanan. Nah, kita yang mana, "ah kok belum adzan sih".. atau "ah.. kok sudah adzan sih..". Hayo ngaku. Atau malah, mau sudah adzan mau belum, kita ga peduli. Lanjut saja bohong sana bohong sini. Toh Tuhan nggak lihat. "Lha wong Tuhan saja kalau berani melarang saya bohong, akan saya lawan kok!". Astaghfirullah.. nyebut mbah..nyebut..

GG
Sumber Pendidikan Mental Agama Allah

Minggu, 03 Juni 2018


Lagi rame ngomong Pancasila ya? Eh usul, daripada ribut tentang kapan tanggal lahirnya, mending ngobrol yang substantif, ok? Gini lho dulur. Menurut saya banyak dari kita yang masih keliru memahami apa itu Pancasila. Memajang foto garuda tidak serta merta membuat sampean seorang Pancasilais. Itu merupakan kesatuan integral falsafah sebuah negara. Utuh, tidak boleh dipisah dan diambil semau gue. Sila yang cocok ambil, yang ga cocok campakkan. Ga boleh gitu. Kalau mau ber Pancasila ya yang kaaffah dong. Dari sila satu sampai sila ke lima. Baca, pahami, amalkan.
Contoh, Sila pertama Pancasila itu tentang ketuhanan. Jadi kalau ente ngga berTuhan, maka ente ngga Pancasilais. Titik. Ente ngga cocok hidup di bumi Indonesia. Lho ini hak asasi, gus. Iya gapapa silahkan saja. Cuma, Indonesia yang sudah mantap memakai Pancasila sebagai dasar negara tidak memberi ruang bagi yang tidak ber Tuhan untuk hidup di Indonesia. Yang ngomong bukan saya, noh Pancasila, dasar negara kita. Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalau saya sih lakum diinukum waliyaadin. Beragama silahkan, ngga beragama ya monggo. Ngga bisa maksa.
Itulah kenapa ideologi komunisme terlarang. Bagi penganut paham ini, bisa jadi isi buku Das Kapital milik Karl Marx ada bagian bagusnya. Tentang "sama rata, sama rasa". Ini mirip butir ke 12 sila ke 5 Pancasila, "bersama sama berusaha meuwujudkan kemajuan merata dan berkeadilan sosial". Namun, ada hal lain dalam manifesto komunis yang kemudian ajarannya dilarang. Yakni, menganggap agama sebagai candu, dan meminggirkan fungsi Tuhan dalam kehidupan. Di titik inilah, ideologi komunis tidak sesuai dengan ideologi Pancasila.
Seorang anggota wakil rakyat dengan bangga memamerkan jam tangan mewahnya senilai ratusan juta bahkan milyar. Di sela wawancara dia teriak jargon, Saya Pancasila! Eh, ente lupa ya ente sedang terang terangan melecehkan dasar negara yang sedang anda teriakkan. Baca tuh butir ke 7 dan 8 dari sila ke 5, "tidak bersifat boros dan tidak bergaya hidup mewah". Tapi gus, this is my style dan harta halal kok. Lho memang itu hakmu. Tapi nilai adiluhung bangsa sedari nenek moyang dulu, kita ini memegang prinsip hidup sederhana. Be humble person. Apa ngga kasihan rakyat memandang kemewahanmu sambil menelan ludah kelaparan, lha ente cuek. Ngga Pancasilais itu. Paham ?
Pancasila itu hanya cocok untuk negeri Indonesia. Bukan untuk negara lain. Mereka memiliki kultur politik, prinsip hidup dan cara pandang yang berbeda. Itu hak mereka. Anda tidak boleh memaksakan Pancasila dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa di negeri atheis. Mereka ber ideologi komunis. Dan itu sah sah saja buat mereka. Sebaliknya, negara lain dan ente yang berfaham atheis juga jangan maksa maksa bangsa Indonesia untuk menerima ideologi atheis. Apalagi dengan dalih Pancasila. Lha kok dibolak balik. Kan, bhineka tunggal ika, gus. Bebas untuk berbeda.
Eh gan, Pancasila itu bukan hanya tentang bhineka tunggal ika. Ini memang tertuang dalam butir ke 5 sila ke 3. Tapi, kita ngga boleh berpikir parsial dan bertindak paradoksal. Butir ke 1 sila ke 2 itu tentang hak dan kewajiban, bukan hanya hak. Ngomong bhineka tunggal ika, merasa paling Pancasila. Giliran ada yang berbeda pendapat langsung kerahkan massa, persekusi sana sini. Kepruk, bakar, pukul, ratakan. Lu pikir mentang mentang punya massa terus, boleh seenaknya. Tanpa sadar kita sering melanggar butir ke 4 sila ke 2, "tidak se mena mena terhadap orang lain" juga butir ke 2 sila ke 4, "tidak memaksakan kehendak kepada orang lain". Di satu sisi minta diberi kebebasan berpendapat, di sisi lain ada orang berbeda marah marah. Piye toh..
Korupsi ugal ugalan, masih senyam senyum padahal pakai baju tahanan. Anda itu melanggar butir ke 9 sila ke 5, tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. Pas jadi pejabat gaji jutaan sampai ratusan juta, konon sesuai tugas berat yang diembannya. Aduh bro, berat mana sih sama rakyat yang punggungnya menghitam mengkilat terpanggang matahari di sawah dan jalanan itu? Tengok tuh butir ke 3 sila ke 2, "mengembangkan sikap tenggang rasa". Pribadi yang memiliki rasa, empati dan simpati. Rakyat beli beras kesulitan, eh sampean bergaji selangit dari pajak rakyat.
Pancasila itu tidak mengadopsi semua budaya. Dia hanya mengijinkan budaya yang sesuai dengan lima sila itu, hidup di bumi Indonesia ini. Jika sampean ingin selain itu, ngapunten, maaf, sorry, sampean bisa nyari negeri lain yang lebih cocok. Lu gue end. Tutup mata pada praktik joged organ tunggal erotis menjurus striptis di desa desa. Apaan itu. Jangan sok suci, gus. Urusan pribadi masing masing. Eh tong, memang aku ga suci dan itu juga bukan urusanku. Tapi, ketika itu dipertontonkan di muka umum dan ada anak kecil, serius ente ikhlas membiarkan anak anakmu dan generasi bangsa ini dipenuhi prilaku mesum itu? Saya yakin hati kecil sampean menjawab, tidak. Karena itu tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang ber-Pancasila dari Sabang sampai Merauke.
Dulur, Pancasila itu dasar negara. Jadikan dia dasar untuk mempertahankan negara. Namun jangan jadikan dasar mempertahankan kekuasaan. Beda itu, coy. Butir ke 5 sila ke 4, "dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musywarah". Jika hasil musyawarah mensahkan seseorang memimpin, ya biarlah dia memimpin, jangan recoki. Sebaliknya, jika kita gagal dan waktunya lengser, jangan ngotot mempertahankan kekuasaan dengan kekuatan. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Itu bunyi dan esensi butir ke 1 sila ke 3 Pancasila.
Sampean yang suka membandingkan apalagi membenturkan Islam dan Pancasila, itu perlu muhasabah, koreksi pemikiran. Itu perbandingan yang keliru. Kata orang jaman now, nggak apple to apple. Islam itu dasar, falsafah dan cara hidup secara keseluruhan. Pancasila itu dasar, falsafah dan sistem bernegara. Pancasila dasar saya bernegara. Islam dasar saya dalam hidup. Hidup itu lebih luas dari sekedar bernegara. Saya bisa hidup tanpa bernegara. Tapi saya ga bisa bernegara tanpa hidup. Pancasila itu bagian dari ajaran Islam. Meski tidak semua ajaran Islam terakomodasi dalam Pancasila.
Saya sendiri belum berani teriak sebagai Pancasilais. Belum bisa seperti segelintir orang yang dalam berPancasila sudah meneladani. Menjadi patron pikiran dan tindakan. Sementara saya baru sebatas jargon lisan dan tulisan. Jujur, saya masih kerap mau menang sendiri bila diskusi. Apalagi ngaku paling agamis, paling kaffah Islamnya. Hadeuuuw, tau dirilah saya. Lha wong puasa saja masih suka ngerasanin, su'udhon sama orang kok. Pamer menu buka puasa di medsos, alpa berbagi pada mereka lapar. Jadi, gimana nih gus? Apanya yang gimana, Pancasila Iku Wis Apik, Pancasila Itu Sudah Bagus. Wis gitu saja. Pokoke seduluran dalam kedamaian.
Salam Sabtu Bersatu. Bismillah.
GG SPMAA

Senin, 16 April 2018

Tidak diragukan sedikitpun bahwa nikmat ukhuwwah fillah, cinta karena-Nya, dan terikat kepada agama-Nya adalah merupakan anugerah terbesar Allah kepada para hamba-Nya yang beriman sebagai salah satu diantara buah-buah keimanan. Allah SWT berfirman kepada orang-orang beriman yang telah (bermukim) di Madinah : "... dan ingatlah akan nikmat Allah keadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara..." (QS. Ali Imran : 103).

Allah SWT juga berfirman kepada Rasulullah SAW guna menegaskan akan anugerah-Nya yang berupa persaudaraan orang-orang beriman disekitar beliau : "...Dialah yang memperuatmu dengan pertolongan -Nya dan dengan para mukmin dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempertautkan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS. Al-Anfal : 62-63).

Semua orang mengerti baik individu maupun komunitas bahwa diantara mereka pernah terjalin pertemanan, hubungan dekat, keakraban, dan pertautan hati. Tetapi semua itu tidak berkelanjutan karena mereka hanya bertemu sebab ingin memenuhi suatu ambisi atau kesenangan materi. Ketika ambisi itu sudah terpenuhi dan kepentingan telah usai tercapai, atau (sebaliknya) mereka berputus asa dari mendapatkan itu semua, maka persatuan mereka tercerai berai, dan bahkan terkadang keakraban berubah menjadi percekcokan dan permusuhan. sangat berbeda dengan alhubb fillah, maka sesungguhnya ia langgeng sebagaimana kelanggengan Allah SWT. Oleh karena inilah dikatakan dalam hikmah : 
ما كان الله دام واتصل # وما كان لغير الله بان وانفصل
Sesuatu karena Allah maka langgeng dan berkesinambungan
Dan sesuatu yang bukan karena Allah maka terputus dan terpisah

Menyelipkan rasa cinta dalam setiap perbuatan memanglah sulit kecuali bagi orang-orang yang telah terbiasa. Belajar dan teruslah belajar mulai dari sekarang untuk menyelipkan rasa cintamu disetiap perbuatan, disetiap hubungan. Ya, rasa cinta karena Allah. Alhubb fillah. Karena Allah tak akan membiarkan rasa cintamu terbuang sia-sia. Sesuatu karena Allah maka langgeng dan berkesinambungan.
Wallohu A'lam

Referensi :
ما كان الله دام واتصل (Multaqo' Sanawy 19, Nurul Haromain)

Sabtu, 09 Desember 2017

UNTUK MEMUDAHKAN PEMBACA SILAHKAN KLIK MENU DIBAWAH INI :









Tanaman melinjo (Gnetum gnemon ) adalah tanaman yang termasuk dalam Gymnospermae ( biji tertutup ) yang berasal dari Asia tropik, melanesia dan Pasifik Barat. Tanaman ini termasuk dalam ordo Gnetales dengan famili Gnetaceae yang memiliki beragam jenis sebutan dan panggilan berdasarkan daerah budidaya masing – masing.

Klasifikasi tanaman melinjo
Kingdom : Plantae ( Tumbuhan )
Divisi : Spermatophyta ( Tumbuhan berbiji)
Sub divisi : Gymnospermae ( Tumbuhan berbiji terbuka )
Kelas : Gnetinae
Sub kelas : Gnetidae
Ordo : Gnetales
Famili : Gnetaceae
Genus Gnetum
Spesies : Gnetum gnemon ( melinjo )

Tanaman melinjo dapat tumbuh pada tanah-tanah liat/lempung, berpasir dan berkapur, tetapi tidak tahan terhadap tanah yang tergenang air atau yang berkadar asam tinggi dan dapat tumbuh dari ketinggian 0 - 1.200 m dpl.  Lahan yang akan ditanami melinjo harus terbuka atau terkena sinar matahari, lubang tanam berukuran 60 X 60 X 75 cm, dengan jarak tanam 6 - 8 m.
Melinjo dapat ditemukan di daerah yang kering sampai tropis. Untuk tumbuh dan berkembang, melinjo tidak memerlukan tanah yang bernutrisi tinggi atau iklim khusus. Melinjo dapat beradaptasi dengan rentang suhu yang luas. Hal inilah yang menyebabkan melinjo sangat mudah untuk ditemukan di berbagai daerah kecuali daerah pantai karena tumbuhan ini tidak dapat tumbuh di daerah yang memiliki kadar garam yang tinggi.
Indonesia adalah negara yang menjadikan biji melinjo sebagai komoditi ekspor dalam jumlah yang cukup besar. Melinjo akan dipanen dan menghasilkan buah setelah 5- 6 tahun setelah penanaman biji. Di daerah Sumatera Barat setiap tahunnya dilaporkan menghasilkan 20.000- 25.000 buah melinjo dan produksi bijinya mencapai 80- 100 kg per pohon per tahun.
MANFAAT DAN KANDUNGAN NUTRISI
Melinjo jarang dibudidayakan secara intensif. Kayunya dapat dipakai sebagai bahan papan dan alat rumah tangga sederhana. Daun mudanya (disebut sebagai so dalam bahasa Jawa) digunakan sebagai bahan sayuran (misalnya pada sayur asem). Bunga (jantan maupun betina) dan bijinya yang masih kecil-kecil (pentil) maupun yang sudah masak dijadikan juga sebagai sayuran.  Biji melinjo juga menjadi bahan baku emping. Kulitnya bisa dijadikan abon kulit melinjo.
Penelitian yang sudah dilakukan pada melinjo menujukkan bahwa melinjo menghasilkan senyawa antioksidan. Aktivitas antioksidan ini diperoleh dari konsentrasi protein tinggi, 9-10 persen dalam tiap biji melinjo. Protein utamanya berukuran 30 kilo Dalton yang amat efektif untuk menghabisi radikal bebas yang menjadi penyebab berbagai macam penyakit.
Di Jepang dilakukan penelitian dan dilaporkan bahwa melinjo termasuk tumbuhan purba yang secara evolusi dekat dengan tanaman Ginkgo biloba yang ada di Jepang.
Ginkgo adalah spesies pohon hidup tertua, yang telah tumbuh selama 150-200 juta tahun dan dipercaya sebagai tonik otak karena memperkuat daya ingat. Daun Ginkgo juga punya khasiat antioksidan kuat dan berperan penting dalam oksidasi radikal bebas penyebab penuaan dini dan pikun.
Sampai saat ini, doktor biokimia dari Osaka Prefecture University, Jepang telah mengisolasi dua jenis protein yang menunjukkan aktivitas antioksidan tinggi. Dari seluruh bagian tumbuhan melinjo yang pernah diekstraknya, mulai dari daunkulit batangakar, sampai biji, ditemukan protein paling potensial adalah dari biji. Riset menunjukkan aktivitas antioksidan dari kandungan fenolik ini setara dengan antioksidan sintetik BHT (Butylated Hydroxytolune).
Selain itu melinjo juga merupakan antimikroba alami. Itu artinya protein melinjo juga bisa dipakai sebagai pengawet alami makanan sekaligus obat baru untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Peptida yang diisolasi dari biji melinjo diindikasikan punya potensi aktif menghambat beberapa jenis bakteri gram positif dan negatif.
BUDIDAYA TANAMAN MELINJO
Tanaman melinjo sangat mudah dibudidayakan karena tidak membutuhkan persyaratan tempat tumbuh yang khusus terutama berkaitan dengan kualitas tanah.  Tanaman ini dapat tumbuh dengan tidak baik sehingga di gunakan sebagai tanaman penghijauan.

Pemilihan Lokasi Penanaman

a.Iklim

·         Tanaman melinjo tumbuh baik di berbagai jenis tanah, baik maupun tidak baik.
·         Curah hujan yang baik untuk tanaman melinjo adalah 2500-3000 per tahun.
·         Melinjo dapat tumbuh dengan ketinggian 1200 m diatas permukaan laut. Namun produksi yang baik dengan ketinggian 400 m diatas permukaan laut.

b.Media tanah

·         Melinjoh tidak membutuhkan tanah yang cukup baik , karena tanaman ini mudah tumbuh dan berkembang dengan baik.

Cara Budidaya Tanaman Melinjo

a.Perbanyakan tanaman

Perbanyakan tanaman ini bisa dilakukan secara vegetatif dan generatif. Namun perlu diperhatikan bahwa biji melinjo sangat sulit di kecambahkan sehingga perbanyakan vegetatif sangat di perlukan tanaman ini.



b.Persiapan media tanam

Persiapan media ini dengan membersihkan rerumputan, dibajak, di cangkul dan batang kayu di kumpulkan, persiapan media tanam sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan.
Pembuatan lobang tanam untuk melinjog disiapkan 3-4 minggu sebelum penanamaan berlangsung. Untuk leubang galian tanam berukuran 60 x 60 x 75 cm, kemudian pemberian pupuk tanaman setelah pembuatan lubang dengan pupuk kandanf 10 kg/ lubang tanam.

c.Penanaman melinjo

Penanaman dilakukan saat awal musim hujan, bibit yang akan di tanam di lepas terlebih dahulu polibag. Kemudian letakan akar cabang ke bagian lubang tanam dengan baik, dan jangan sampai akar rusak. bertujuan agar tanaman tidak layu dan mengalami kematian. Tanaman di beri penyangga dari bambu agar tetap tegak.

Perawatan tanaman melinjo

a.Penyiraman

penyiraman dilakukan 2 kali sehari selama dua minggu setelah tanam, selebihnya cukup sehari sekali. Dengan penyiraman berlangsung untuk menjaga kelembapan tanah agar tanaman tetap subur dan sehat. Hindari penyiraman berlebihan pada tanaman yang akan membuat kelayuan dan kematian pada tanaman, sebaiknya dilakukan sewajarnya.

b.Pemberian pupuk

Pemberian pupuk pada tanaman ini mengunakan pupuk kandang maupun pupuk buatan. Pemberian ini dilakukan 2 tahun sekali. Pemupukan ini dilakukan dengan cara membenamkan pupuk pada lubang yang di gali sedalam 10-15 cm melingkar atau dengan menaburkan di sekitar tanaman melinjo. 



c.Penyiangan

Penyiangan bertujuan untuk menghilangkan tanaman penganggu, rerumputan liar dan tanaman merambat di sekitar tanaman melinjo. Penyiangan ini dilakukan setiap hari, sebaiknya saat melakukan penyiangan dilakukan dahulu pengemburan tanah di sekeliling tanaman.

d.Penyulaman

Penyulaman dilakukan saat ada bibit yang mati di dalam lahan, kemudian di ganti dengan bibit yang baru. Penyulaman ini segera dilakukan agar pertumbuhan tanaman serentak dengan tanaman lainnya.

e. Pemangkasan

Pemangkasan ini dilakukan saat tanaman sudah memiliki ketinggian yang tinggi. Hal ini bertujuan agar di waktu pemanenan sangat mudah di ambil. Selain itu, pemangkasan juga dapat mempermudah pengontrolan hama dan penyakit.

Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (Kurang jelas? ---- Klik Disini)

Gejala serangan hama dan penyakit memanglah sangat menganggu tanaman. Berdasarkan serangan ini akan dapat menurunkan produksi tanaman melinjo. Gejala hama dan penyakit akan tampak setelah menyerang tanaman yang baru diketahui penyakit dan cara penangulangginya. Berikut gajala yang sering menyerang tanaman melinjo:
HAMA
·         Permukaan daun berbintik kuning. Disebabkan oleh serangan kutu Lepidosaphes sp yang menghisap cairan daun. Pengendalian mengunakan penyemprotan musuh alami yaitu predator dan parasitoid. Famili Coccinellidae (Chilocorus, Symnus dan Harmonia) dan Formicidae sebagai predator. Famili Trichogrammatidae (Trichogramma) dan Aphelinidae (Aphytis dan Encarsia) sebagai parasitoid.

·         Permukaan daun berbintik merah kecokltan atau putih. Disebabkan oleh serangan tungau merah. Pengendalian menggunakan penyemprotan pestisida nabati dari ekstrak biji mimba.


PENYAKIT
·         Daun layu berwarna kuning dan kemerah-merahan. Disebabkan oleh Layu pembulu bakteri. Pengendalian menggunakan budidaya sehat utamanya benih sehat, tanah sehat, penggunaan varietas tahan.

·         Anak tulang daun berwarna coklat dan helai daun berwarna kuning. Disebabkan oleh bakteri Erwinia amylovora. Pengendalian menggunakan varietas tahan, benih yang sehat, budidaya yang sehat, dan memotong bagian daun yang terkena penyakit tersebut.

·         Daun bercak coklat dengan pola bervariasi. Di sebabkan oleh cendawan Gloeosporium sp. Pengendalian menggunakan Trichoderma sp.

·         Daun bercak bulat degan warna kuning di sekeliling permukaan daun bawah. Di sebabkan oleh Colletotrichum sp. Pengendalian  menggunakan Trichoderma sp.

 

Panen dan Pasca Panen

Pemanenan tanaman melinjo dapat di panen setelah berumur 5-6 tahun. Masa buah melinjo terjadi 2 kali dalam setahun. Pemanenan ini dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan galah atau tangga. Setelah di panjat lalu lakukan pemetikan buah dan di kumpulkan ke wadah buah tua dan wadah buah mudah. Hasil panen biasanya dijadikan emping.