Lagi rame ngomong Pancasila ya? Eh usul, daripada ribut tentang kapan tanggal lahirnya, mending ngobrol yang substantif, ok? Gini lho dulur. Menurut saya banyak dari kita yang masih keliru memahami apa itu Pancasila. Memajang foto garuda tidak serta merta membuat sampean seorang Pancasilais. Itu merupakan kesatuan integral falsafah sebuah negara. Utuh, tidak boleh dipisah dan diambil semau gue. Sila yang cocok ambil, yang ga cocok campakkan. Ga boleh gitu. Kalau mau ber Pancasila ya yang kaaffah dong. Dari sila satu sampai sila ke lima. Baca, pahami, amalkan.
Contoh, Sila pertama Pancasila itu tentang ketuhanan. Jadi kalau ente ngga berTuhan, maka ente ngga Pancasilais. Titik. Ente ngga cocok hidup di bumi Indonesia. Lho ini hak asasi, gus. Iya gapapa silahkan saja. Cuma, Indonesia yang sudah mantap memakai Pancasila sebagai dasar negara tidak memberi ruang bagi yang tidak ber Tuhan untuk hidup di Indonesia. Yang ngomong bukan saya, noh Pancasila, dasar negara kita. Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalau saya sih lakum diinukum waliyaadin. Beragama silahkan, ngga beragama ya monggo. Ngga bisa maksa.
Itulah kenapa ideologi komunisme terlarang. Bagi penganut paham ini, bisa jadi isi buku Das Kapital milik Karl Marx ada bagian bagusnya. Tentang "sama rata, sama rasa". Ini mirip butir ke 12 sila ke 5 Pancasila, "bersama sama berusaha meuwujudkan kemajuan merata dan berkeadilan sosial". Namun, ada hal lain dalam manifesto komunis yang kemudian ajarannya dilarang. Yakni, menganggap agama sebagai candu, dan meminggirkan fungsi Tuhan dalam kehidupan. Di titik inilah, ideologi komunis tidak sesuai dengan ideologi Pancasila.
Seorang anggota wakil rakyat dengan bangga memamerkan jam tangan mewahnya senilai ratusan juta bahkan milyar. Di sela wawancara dia teriak jargon, Saya Pancasila! Eh, ente lupa ya ente sedang terang terangan melecehkan dasar negara yang sedang anda teriakkan. Baca tuh butir ke 7 dan 8 dari sila ke 5, "tidak bersifat boros dan tidak bergaya hidup mewah". Tapi gus, this is my style dan harta halal kok. Lho memang itu hakmu. Tapi nilai adiluhung bangsa sedari nenek moyang dulu, kita ini memegang prinsip hidup sederhana. Be humble person. Apa ngga kasihan rakyat memandang kemewahanmu sambil menelan ludah kelaparan, lha ente cuek. Ngga Pancasilais itu. Paham ?
Pancasila itu hanya cocok untuk negeri Indonesia. Bukan untuk negara lain. Mereka memiliki kultur politik, prinsip hidup dan cara pandang yang berbeda. Itu hak mereka. Anda tidak boleh memaksakan Pancasila dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa di negeri atheis. Mereka ber ideologi komunis. Dan itu sah sah saja buat mereka. Sebaliknya, negara lain dan ente yang berfaham atheis juga jangan maksa maksa bangsa Indonesia untuk menerima ideologi atheis. Apalagi dengan dalih Pancasila. Lha kok dibolak balik. Kan, bhineka tunggal ika, gus. Bebas untuk berbeda.
Eh gan, Pancasila itu bukan hanya tentang bhineka tunggal ika. Ini memang tertuang dalam butir ke 5 sila ke 3. Tapi, kita ngga boleh berpikir parsial dan bertindak paradoksal. Butir ke 1 sila ke 2 itu tentang hak dan kewajiban, bukan hanya hak. Ngomong bhineka tunggal ika, merasa paling Pancasila. Giliran ada yang berbeda pendapat langsung kerahkan massa, persekusi sana sini. Kepruk, bakar, pukul, ratakan. Lu pikir mentang mentang punya massa terus, boleh seenaknya. Tanpa sadar kita sering melanggar butir ke 4 sila ke 2, "tidak se mena mena terhadap orang lain" juga butir ke 2 sila ke 4, "tidak memaksakan kehendak kepada orang lain". Di satu sisi minta diberi kebebasan berpendapat, di sisi lain ada orang berbeda marah marah. Piye toh..
Korupsi ugal ugalan, masih senyam senyum padahal pakai baju tahanan. Anda itu melanggar butir ke 9 sila ke 5, tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. Pas jadi pejabat gaji jutaan sampai ratusan juta, konon sesuai tugas berat yang diembannya. Aduh bro, berat mana sih sama rakyat yang punggungnya menghitam mengkilat terpanggang matahari di sawah dan jalanan itu? Tengok tuh butir ke 3 sila ke 2, "mengembangkan sikap tenggang rasa". Pribadi yang memiliki rasa, empati dan simpati. Rakyat beli beras kesulitan, eh sampean bergaji selangit dari pajak rakyat.
Pancasila itu tidak mengadopsi semua budaya. Dia hanya mengijinkan budaya yang sesuai dengan lima sila itu, hidup di bumi Indonesia ini. Jika sampean ingin selain itu, ngapunten, maaf, sorry, sampean bisa nyari negeri lain yang lebih cocok. Lu gue end. Tutup mata pada praktik joged organ tunggal erotis menjurus striptis di desa desa. Apaan itu. Jangan sok suci, gus. Urusan pribadi masing masing. Eh tong, memang aku ga suci dan itu juga bukan urusanku. Tapi, ketika itu dipertontonkan di muka umum dan ada anak kecil, serius ente ikhlas membiarkan anak anakmu dan generasi bangsa ini dipenuhi prilaku mesum itu? Saya yakin hati kecil sampean menjawab, tidak. Karena itu tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang ber-Pancasila dari Sabang sampai Merauke.
Dulur, Pancasila itu dasar negara. Jadikan dia dasar untuk mempertahankan negara. Namun jangan jadikan dasar mempertahankan kekuasaan. Beda itu, coy. Butir ke 5 sila ke 4, "dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musywarah". Jika hasil musyawarah mensahkan seseorang memimpin, ya biarlah dia memimpin, jangan recoki. Sebaliknya, jika kita gagal dan waktunya lengser, jangan ngotot mempertahankan kekuasaan dengan kekuatan. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Itu bunyi dan esensi butir ke 1 sila ke 3 Pancasila.
Sampean yang suka membandingkan apalagi membenturkan Islam dan Pancasila, itu perlu muhasabah, koreksi pemikiran. Itu perbandingan yang keliru. Kata orang jaman now, nggak apple to apple. Islam itu dasar, falsafah dan cara hidup secara keseluruhan. Pancasila itu dasar, falsafah dan sistem bernegara. Pancasila dasar saya bernegara. Islam dasar saya dalam hidup. Hidup itu lebih luas dari sekedar bernegara. Saya bisa hidup tanpa bernegara. Tapi saya ga bisa bernegara tanpa hidup. Pancasila itu bagian dari ajaran Islam. Meski tidak semua ajaran Islam terakomodasi dalam Pancasila.
Saya sendiri belum berani teriak sebagai Pancasilais. Belum bisa seperti segelintir orang yang dalam berPancasila sudah meneladani. Menjadi patron pikiran dan tindakan. Sementara saya baru sebatas jargon lisan dan tulisan. Jujur, saya masih kerap mau menang sendiri bila diskusi. Apalagi ngaku paling agamis, paling kaffah Islamnya. Hadeuuuw, tau dirilah saya. Lha wong puasa saja masih suka ngerasanin, su'udhon sama orang kok. Pamer menu buka puasa di medsos, alpa berbagi pada mereka lapar. Jadi, gimana nih gus? Apanya yang gimana, Pancasila Iku Wis Apik, Pancasila Itu Sudah Bagus. Wis gitu saja. Pokoke seduluran dalam kedamaian.
Salam Sabtu Bersatu. Bismillah.
GG SPMAA
GG SPMAA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar